Pengabdian Tanpa Batas Pengabdian Tanpa Batas Pengabdian Tanpa Batas

Minggu, 06 Oktober 2013

Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional



Sejarah  Gerakan :
                                       a.      Pertempuran Solferino
Pada tanggal 24 Juni 1859 di Solferino, sebuah kota kecil yang terletak di daratan rendah Propinsi Lambordi, sebelah utara Italia, berlangsung pertemburan sengit antara prajurit Perancis dan Austria. Pertempuran yang berlangsung sekitar 16 jam dan melibatkan 320.000 orang prajurit itu, menelan puluhan ribu korban tewas dan luka-luka. Sekitar 40 ribu orang meninggal dalam pertempuran tersebut.
Banyaknya prajurit yang menjadi korban, dimana pertempuran berlangsung antar kelompok yang saling berhadapan, memang merupakan karakteristik perang yang berlangsung pada jaman itu. Tak ubahnya seperti pembantaian massal yang menghabisi ribuan orang pada satu waktu. Terlebih lagi, komandan militer tidak memperhatikan kepentingan orang yang terluka untuk mendapatkan pertolongan dan perawatan. Mereka hanya dianggap sebagai ” makanan meriam”. Jumlah ahli bedahpun sangat tidak mencukupi. Saat itu, hanya ada empat orang dokter hewan yang merawat seribu kuda serta seorang dokter untuk seribu orang. Pertempuran tersebut akhirnya dimenangkan oleh Perancis.

Akibat perang dengan pemandangannya yang sanggat mengerikan itu, menggugah Henry Dunant, seorang pengusaha berkebangsaan Swiss, yang kebetulan lewat dalam perjalannya untuk menemui Kaisar Napoleon III guna keperluan bisnis. Namun menyaksikan pemandangan yang sangat mengerikan akibat pertempuran, membuat kesedihannya muncul dan terlupa akan tujuannya bertemu dengan Kaisar.  Henry Dunant mengumpulkan orang-orang dari desa-desa sekitarnya, dan tinggal di sana selama tiga hari untuk dengan sungguh-sungguh menghabiskan waktunya untuk merawat orang yang terluka.
Ribuan orang yang terluka tanpa perawatan dan dibiarkan mati di tempat karena pelayanan medis yang tidak mencukupi jumlahnya dan tidak memadai dalam tugas/ketrampilan, membuatnya sangat tergugah. Kata-kata bijaknya yang diungkapkan saat itu , Siamo tutti fratelli ( Kita semua Saudara ), membuka hati para sukarelawan untuk melayani kawan maupun lawan tanpa membedakannya.

b.      Henry Dunant :
Jean Henry Dunant dilahirkan pada tanggal 8 Mei 1828 di Jenewa – Swiss. Ayahnya seorang Anggota Dewan Republik di Swiss, bernama Jean Jacques Dunant. Ibunya bernama Antoinette Colladon. Colladon melarikan diri ke Jenewa ketika di Prancis ada pengejaran terhadap kaum Nasrani penganut paham Calvijn.
Sejak kecil Henry Dunant mendapat pendidikan cara Kristen. Ia dipupuk benih-benih cinta terhadap sesama hidup, yang merupakan cermin hidupnya kemudian. Ayahnya ketika itu menjabat sebagai Ketua Yayasan Perawatan Anak –anak Yatim Piatu, ibunya juga aktif dalam perawatan anak-anak perempuan piatu.
Pengalaman Henry Dunant bertambah setelah dia pergi ke Afrika Utara. Kemudian Henry Dunant menulis sebuah buku yang menentang perbudakan dan penjualan budak. Buku yang ditulisnya ini terbitkan  tahun 1857 bersamaan dengan buku yang ditulis oleh Harriet Beecher yang menggambarkan kekejaman perbudakan di Amerika Serikat. Kejadian-kejdian perang Krim juga cukup menusukhatinya. Henry Dunant terharu dan semangatnya berkobar ketika mendengar putri bangsawan Inggris Florence Nightingale betolak memberikan pertolongan dengan merawat dan meringankan beban penderitaan para prajurit yang luka.

Musim panas tahun 1859, Henry Dunant pergi ke Itali menuju solferino. Di Solferino sedang berkobar peperangan  mati – matian antara tentara Prancis – Sardinia melawan tentara Kerajaan Austria – tentara Raja Franz  Josef. Peperangan yang hebat terjadi 24 Juni 1859. Dunant menyaksikan dengan mata kepala sendiri pertepuran yang dahsyat di bawah terik matahari  lebih dari 5 jam. Ia menyaksikan kekuasaan dan kekuatan senjata. Lebih dari 40.000  prajurit diantara 309.000 yang luka-luka dan tewas. Dua bulan kemudian  ternyata meningkat dua kali lipat, karena kurang sempurnanya perawatan bagi yang luka. Mereka dibiarkan tersebar merebah di mana-mana. Darah mengalir dan jerit kesakitan tidak dihiraukan. Para dokter dan pembantu yang ikut dalam peperangan kewalahan. Semangat menolong Jean Henry Dunant berkobar, namun ia hanya mempunyai 2 buah tangan yang harus berhadapan dengan puluhan ribu penderita. Ketika itu menangislah ia sambil berlutut menghadap Tuhan Yang Maha Esa.

Pekerjaan yang berat dihadapi oleh Henry Dunant, dengan inisiatif meminta bantuan tenaga dari penduduk asli, pemuda dan pemudi merawat prajurit – prajurit yang luka-luka dengan semangat dan tulus hati. Ia juga mengusahakan agar para dokter Austria dikeluarkan  dari tawanan untuk dapat membantu para korban di berbagai rumah sakit.

Dari pengalaman dan penghayatan di Solferino, Henry Dunant membuat buku yang diterbitkan pada tahun 1862 dengan judul ” UN SOUVENIR DE SOLFERINO “ (Kenangan Solferino). Buku tersebut menarik perhatian seluruh dunia dan diterjemahkan ke berbagai bahasa. Buku tersebut merupakan seruan kepada dunia untuk memberikan  bantuan terhadap suatu pekerjaan luhur yang dapat dilakukan oleh setiap orang  dalam sebuah perkumpulan.

Pada tahun 1899 Henry Dunant mendapat penghargaan dan tahun 1901 mendapat hadiah Nobel untuk perdamaian. Pada tanggal 30 Oktober 1910 ia  menutup mata untuk selama-lamanya di Heeden,yaitu Desa Appenzellez.

                  c.      Buku Kenangan dari Solferino (gagasan Henry Dunant)
                   Komite  internasional
Sekembalinya Dunant ke Swiss, membuatnya terus dihantui oleh mimpi buruk yang disaksikannya di Solferino. Untuk menghilangkan bayangan buruk dalam pikirannya dan untuk menarik perhatian dunia akan kenyataan kejamnya perang, ditulisnya sebuah buku dan diterbitkan dengan biaya sendiri pada Bulan Nopember 1862 “ Kenangan dari Solferino “ (Un Souvenir De Solferino )

Buku itu mengandung dua gagasan penting yaitu :
  • perlunya mendirikan perhimpunan bantuan di setiap negara yang terdiri dari sukarelawan untuk merawat orang yg terluka pada waktu perang.
  • Perlunya kesepakatan internasional guna melindungi prajurit yang terluka dalam medan perang dan orang-orang yg merawatnya serta memberikan status netral kepada mereka


Adapun Henry Dunant, walaupun bukan anggota GPWS, namun dalam Komite tersebut ditunjuk menjadi Sekretaris. Pada tanggal 17 Februari 1863 Komite Lima berganti nama menjadi KOMITE TETAP INTERNASIONAL UNTUK PERTOLONGAN PRAJURIT YANG TERLUKA sekaligus mengangkat ketua baru yaitu Jendral Guillame Henri Dufour.

Dalam rapat tanggal 25 Agustus 1863 Komite Tetap memutuskan untuk menyelenggarakan suatu Komperensi Internasional.
Sebagai suatu lembaga yang bersifat Internasional, sebutan PALANG MERAH INTERNASIONAL, barulah dikenal pada tahun 1867 pada Konperensi Palang Merah ke I di Paris dengan komponen-komponen : KOMITE INTERNASIONAL PALANG MERAH dan PERHIMPUNAN – PERHIMPUNAN NASIONAL PALANG MERAH.
Konperensi diikuti utusan-utusan dari : Austria, Belgia, Belanda, Italy, Norwegia, Portugal, Rusia, Spanyol, Sudan, Swedia dan Swiss.
Setelah terbentuknya LIGA PERHIMPUNAN NASIONAL PALANG MERAH DAN BULAN SABIT MERAH pada tahun 1919, barulah kedudukan PALANG MERAH INTERNASIONAL sebagai lembaga yang mempunyai statuta sendiri, dikukuhkan melalui Konperensi Internasional pada tahun 1928 di Den Haag dengan komponen-komponennya terdiri dari :
  • LIGA PERHIMPUNAN NASIONAL PALANG MERAH DAN BULAN SABIT MERAH
  • KOMITE INTERNASIONAL PALANG MERAH
  • PERHIMPUNAN-PERHIMPUNAN PALANG MERAH DAN BULAN SABIT MERAH NASIONAL
Sumber : http://parajayaspasta.blogspot.com/2012/11/gerakan-palang-merah-dan-bulan-sabit.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar